Take Home Exam Manajemen Pendidikan Berbasis Multibudaya

ULANGAN TENGAH SEMESTER
Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Berbasis Multibudaya

Disusun oleh:
Siska Wiliandini (1100275)

Tim Dosen:
Dr. Dedi Achmad Kurniady, M.Pd
Cepi Triatna, M.Pd
Iik Nurul Paik, M.Pd

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
A. Teori Pendidikan menurut beberapa Aliran
1. Teori Pendidikan menurut Aliran Empirisme
Dalam buku Landasan Pendidikan yang ditulis oleh M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 19) bahwa yang dimaksud dengan aliran empirisme dalam pendidikan adalah aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini pun menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan.
Tokoh utama aliran ini adalah filsuf Inggris bernama John Lock yang mengembangkan paham rasionalisme pada abad ke 18.
Menurut pandangan Empirisme atau yang dikenal juga dengan sebutan environmentalisme, pendidikan memegang peranan penting sebab pendidik menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan menurut aliran empirisme ini sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh lingkungan. Lingkungan yang dibentuk oleh pendidik dengan baik maka akan menghasilkan pengalaman yang baik juga pada anak, dan begitu pula sebaliknya.

2. Teori Pendidikan menurut Aliran Nativisme
Menurut bahasa latin, nativs berarti terlahir. Dalam buku Landasan Pendidikan karya M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 23) seorang filsuf Jerman Schopenhauer (1788-1860) mengatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masing-masing.
Menurut paham ini juga, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri.
Pandangan nativisme menekankan kemampuan dalam diri anak, dengan begitu faktor lingkungan dan faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap anak.
Maka dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan aliran nativisme ini bertentangan dengan teori pendidikan aliran empirisme, di mana menurut teori ini anak tubuh dan berkembang tidak dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan, melainkan setiap anak akan berkembang sesuai pembawaannya.

3. Teori Pendidikan menurut Aliran Konvergensi
Konvergensi memiliki arti titik pertemuan. Pelopor dari aliran ini adalah William Stern (1871-1939) yakni seorang ahli jiwa berkebangsaan Jerman. Dalam buku Landasan Pendidikan yang ditulis oleh M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 30) dikatakan bahwa aliran ini berpandangan bahwa seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan buruk dan faktor lingkungan dan pendidikan akan sangat mempengaruhinya.
Maka dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan aliran konvergensi merupakan paham yang menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungan yang menyebabkan anak mendapatkan pendidikan.

4. Teori Pendidikan menurut Aliran Naturalisme
Paham naturalisme dipelopori oleh sorang filsuf Prancis J.J Rousseau. Nature dalam bahasa latn memiliki arti alam. Rousseaue berpendapat setiap anak yang baru dilahirkan pada hakikatnya memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik yang terdapat pada anak akan berubah karena dipengaruhi oleh lingkungan dan biarkan anak berkembang secara alami, dikutip dari buku Landasan Pendidikan karya M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal: 27).
Maka dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan aliran naturalisme berpandangan bahwa pendidikan yang direncanakan tidak begitu penting karena alam lah yang akan membantu perkembangan anak secara wajar.

5. Teori Kognitivisme
Tokoh dalam teori pendidikan aliran kognitivisme adalah Peaget, Bruner dan Ausebel. Teori ini memiliki asumsi bahwa pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut M. Sukardjo dan Ukim Komarudin dalam bukunya yang berjudul Landasan Pendidikan (2009, Hal 50) bahwa aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Aliran ini menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan menjelaskana secara alami kegiatan mental internal dalam diri kita.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa aliran kognitivisme merupakan aliran yang menekankan pada proses belajar, memandang kemampuan anak dalam menafsirkan kejadian dalam lingkungan.

6. Teori Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme, yang menjadi dasar adalah bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Dalam buku Landasan Pendidikan yang ditulis oleh M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 55) yang dimaksud dengan konsep pembelajaran menurut aliran konstruktivisme yaitu suatu proses pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data.
Maka, dengan begitu dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivisme dalam pendidikan mengharuskan pembelajaran dirancang dengan baik, agar anak mampu mengorganisasi pengalamannya sendiri dalam menemukan pengetahuan.

7. Teori Humanistik
M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 56) dalam bukunya yang berjudul Landasan Pendidikan memaparkan bahwa teori belajar yang humanistic pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Menurut aliran ini, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan ini.
Maka dapat disimpulkan bahwa teori humanistik merupakan teori belajar atau teori pendidikan yang menekankan bahwa anak atau manusia memiliki keinginan untuk berkembang dan menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Adapun prinsip-prinsip belajar humanistik yang dijelaskan dalam buku Landasan Pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Manusia mempunyai belajar alami;
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan;
3. Siswa mempunyai relevansi dengan maksud tertentu;
4. Belajar menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya;
5. Tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan apabila ancaman itu kecil;
6. Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya;
7. Belajar akan lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar;
8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberikan hasil yang mendalam;
9. Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri;
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.

8. Teori Behaviorisme
Kerangka dasar dari teori behaviorisme adalah empirisme. Aliran behavioris didasarkan pada tingkah laku yang dapat diamati. Menurut M. Sukardjo dan Ukim Komarudin dalam bukunya yang berjudul Landasan Pendidikan (2009, Hal 34) dijelaskan bahwa aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respons. Maka dapat disimpulkan bahwa aliran behaviorisme merupakan teori pendidikan yang menekankan pada tingkah laku anak yang dapat dipengaruhi oleh proses pendidikan. tokoh aliran ini di antaranya: Ivan Petrovich Pavlop, Watson, Skinner, Hull, Guthrie dan Thorndike.
Berdasarkan teori pendidikan menurut beberapa aliran yang telah dikemukakan oleh para filsuf tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan Negara yang lainnya menganut teori pendidikan yang mengarah pada perkembangan anak yang positif. Terlebih lagi Indonesia menganut aliran pancasilais dalam menanamkan nilai-nilai dalam proses pendidikan. Dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia, maka sudah tentu tumbuh kembang pendidikan multikulturalisme sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan warga Negara terhadap pendidikan.

B. Keadaan yang terjadi apabila masyarakat hidup tanpa pendidikan dan peranan sekolah dalam masyarakat
Pendidikan berfungsi sebagai “agent of change” dalam masyarakat. Perubahan yang lebih baik dalam masyarakat mustahil terjadi tanpa adanya pendidikan. Masyarakat yang madani mungkin merupakan masyarakat yang diimpikan oleh semua Negara. Dengan masyarakat yang madani, maka akan menciptakan suatu Negara yang tertib, aman dan tentram serta damai. Tentunya bukanlah hal yang mudah membentuk masyarakat yang madani. Hanya dengan pendidikanlah masyarakat dapat berubah menjadi masyarakat yang madani. Masyarakat yang mandiri, baik secara ekonomi maupun kesejahteraan hidupnya. Masyarakat tanpa pendidikan akan menyebabkan krisis dalam segala bidang. Bagaimana mungkin masyarakat dapat hidup sejahtera bila tidak dengan melalui pendidikan. Dengan begitu, keadaan yang terjadi apabila masyarakat hidup tanpa pendidikan adalah kekacauan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat, mengembangkan potensi yang dimiliki dan mengembangkan kemampuan mengamalkan nilai-nilai baik yang dimiliki. Maka dari itu, masyarakat tanpa pendidikan hanya akan menghasilkan kehidupan yang tidak berarti. Sedangkan peranan sekolah dalam masyarakat sangat penting. Hal ini dikarenakan dalam tataran masyarakat dibutuhkan suatu lingkungan pendidikan formal yang dapat membantu meringankan kewajiban orang tua dalam mendidik anaknya. Dikatakan suatu lingkungan pendidikan formal dikarenakan sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang didirikan baik oleh pemerintah maupun oleh yayasan atau masyarakat. Peran sekolah dalam masyarakat adalah sebagai wahana bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya, khususnya bagi anak usia sekolah, umumnya bagi masyarakat sekitar. Orang tua atau masyarakat akan terbantu dengan adanya sekolah. Menurut Ade Suherman dalam situs blognya yang dapat dilihat di alamat http://adesuherman.blogspot.com/2011/10/peran-masyarakat-terhadap-pendidikan.html:
Dalam konsep pendidikan diperlukan kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang dimulai dengan komunikasi. Dalam komunikasi satu sama lain diperlukan inisiatif dari kedua belah pihak. Komunikasi interaktif menempatkan semua pihak sama penting. diharapkan mampu menyampaikan pesan yang berhubungan dengan kebutuhan belajar anak.

Sehingga sekolah tidak dapat dilepaskan peranannya terhadap masyarakat begitu pula sebaliknya, masyarakat sangat berperan terhadap terselenggaranya pendidikan di sekolah.

C. Tantangan Budaya dalam lingkup organisasi (perbedaan, nilai-nilai dan etika) pendidikan dan cara pengembangannya
Dalam organisasi pendidikan para penyelenggara pendidikan sebaiknya memahami keragaman budaya atau yang dikenal dengan sebutan multikultural. Hal ini dikarenakan masyarakat yang singgah di suatu wilayah pada kenyataannya bukan hanya saja penduduk setempat, melainkan penduduk yang kemungkinan berasal dari berbagai daerah yang tentunya memiliki budaya yang tidak sama dengan daerah setempat. Untuk itu tantangan budaya dalam lingkup suatu organisasi pendidikan menjadi semakin besar dengan semakin banyaknya penduduk pendatang pada suatu daerah. Tantangan budaya tersebut tercermin dalam beberapa hal, yakni dalam perbedaan cara pandang, nilai-nilai, juga etika.
Perbedaan ini seyogyanya harus mampu dikreasikan supaya perbedaan yang ada tidak memicu suatu konflik antarbudaya dalam organisasi. Khususnya organisasi pendidikan, yang mana seharusnya lembaga pendidikan mampu mengarahkan seluruh anggota organisasi agar memiliki budi pekerti yang luhur sesuai dengan cerminan tujuan pendidikan nasional. Anggota organisasi harus memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, memiliki rasa toleransi yang tinggi, tidak egois, tanpa meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya atau yang diyakininya. Cara untuk mengembangkan nilai-nilai dan etika dalam organisasi pendidikan adalah dimulai dengan cara pemodelan. Pemimpin memiliki peranan penting dalam hal menjadi suri tauladan yang baik atau yang sering disebut dengan istilah role model. Pemimpin harus mampu merepresentasikan bagaimana sikap saling menghargai budaya yang beragam dalam organisasi. Selain itu, pembuatan peraturan pun dapat menegaskan hal yang berkaitan dengan etika organisasi. Artinya perilaku atau hal-hal yang baik dan buruk disampaikan secara jelas agar anggota organisasi memahami etika dalam bekerja di lingkungan organisasi yang berbasis multibudaya. Dalam bidang pendidikan, Kepala sekolah, guru dan staf sekolah memiliki peranan penting dalam menjadi teladan bagi para peserrta didik. Peserta didik semestinya diteladani dengan hal-hal yang baik terkait keberadaan budaya lain di lingkungannya. Selain itu cara untuk mengembangkannya adalah dengan diadakannya pendidikan dan pelatihan bagi anggota organisasi dalam memahami nilai yang diharapkan oleh organisasi meskipun mereka dari berasal dari berbagai macam budaya.
Referensi
Sukardjo, M dan Komarudin, Ukim. (2009). Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Suherman, Ade. 2011. Peran Masyarakat terhadap pendidikan. [Online]: Tersedia: http://adesuherman.blogspot.com/2011/10/peran-masyarakat-terhadappendidikan.html
ULANGAN TENGAH SEMESTER
Mata Kuliah Manajemen Pendidikan Berbasis Multibudaya

Disusun oleh:
Siska Wiliandini (1100275)

Tim Dosen:
Dr. Dedi Achmad Kurniady, M.Pd
Cepi Triatna, M.Pd
Iik Nurul Paik, M.Pd

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
A. Teori Pendidikan menurut beberapa Aliran
1. Teori Pendidikan menurut Aliran Empirisme
Dalam buku Landasan Pendidikan yang ditulis oleh M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 19) bahwa yang dimaksud dengan aliran empirisme dalam pendidikan adalah aliran yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia. Aliran ini pun menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan.
Tokoh utama aliran ini adalah filsuf Inggris bernama John Lock yang mengembangkan paham rasionalisme pada abad ke 18.
Menurut pandangan Empirisme atau yang dikenal juga dengan sebutan environmentalisme, pendidikan memegang peranan penting sebab pendidik menyediakan lingkungan yang sangat ideal kepada anak-anak.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan menurut aliran empirisme ini sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh lingkungan. Lingkungan yang dibentuk oleh pendidik dengan baik maka akan menghasilkan pengalaman yang baik juga pada anak, dan begitu pula sebaliknya.

2. Teori Pendidikan menurut Aliran Nativisme
Menurut bahasa latin, nativs berarti terlahir. Dalam buku Landasan Pendidikan karya M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 23) seorang filsuf Jerman Schopenhauer (1788-1860) mengatakan bahwa anak-anak yang lahir ke dunia sudah memiliki pembawaan atau bakatnya yang akan berkembang menurut arahnya masing-masing.
Menurut paham ini juga, keberhasilan pendidikan anak ditentukan oleh anak itu sendiri.
Pandangan nativisme menekankan kemampuan dalam diri anak, dengan begitu faktor lingkungan dan faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap anak.
Maka dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan aliran nativisme ini bertentangan dengan teori pendidikan aliran empirisme, di mana menurut teori ini anak tubuh dan berkembang tidak dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan, melainkan setiap anak akan berkembang sesuai pembawaannya.

3. Teori Pendidikan menurut Aliran Konvergensi
Konvergensi memiliki arti titik pertemuan. Pelopor dari aliran ini adalah William Stern (1871-1939) yakni seorang ahli jiwa berkebangsaan Jerman. Dalam buku Landasan Pendidikan yang ditulis oleh M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 30) dikatakan bahwa aliran ini berpandangan bahwa seseorang terlahir dengan pembawaan baik dan buruk dan faktor lingkungan dan pendidikan akan sangat mempengaruhinya.
Maka dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan aliran konvergensi merupakan paham yang menggabungkan antara pembawaan sejak lahir dan lingkungan yang menyebabkan anak mendapatkan pendidikan.

4. Teori Pendidikan menurut Aliran Naturalisme
Paham naturalisme dipelopori oleh sorang filsuf Prancis J.J Rousseau. Nature dalam bahasa latn memiliki arti alam. Rousseaue berpendapat setiap anak yang baru dilahirkan pada hakikatnya memiliki pembawaan baik, namun pembawaan baik yang terdapat pada anak akan berubah karena dipengaruhi oleh lingkungan dan biarkan anak berkembang secara alami, dikutip dari buku Landasan Pendidikan karya M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal: 27).
Maka dapat disimpulkan bahwa teori pendidikan aliran naturalisme berpandangan bahwa pendidikan yang direncanakan tidak begitu penting karena alam lah yang akan membantu perkembangan anak secara wajar.

5. Teori Kognitivisme
Tokoh dalam teori pendidikan aliran kognitivisme adalah Peaget, Bruner dan Ausebel. Teori ini memiliki asumsi bahwa pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut M. Sukardjo dan Ukim Komarudin dalam bukunya yang berjudul Landasan Pendidikan (2009, Hal 50) bahwa aliran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Aliran ini menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan menjelaskana secara alami kegiatan mental internal dalam diri kita.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa aliran kognitivisme merupakan aliran yang menekankan pada proses belajar, memandang kemampuan anak dalam menafsirkan kejadian dalam lingkungan.

6. Teori Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme, yang menjadi dasar adalah bahwa siswa memperoleh pengetahuan adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Dalam buku Landasan Pendidikan yang ditulis oleh M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 55) yang dimaksud dengan konsep pembelajaran menurut aliran konstruktivisme yaitu suatu proses pembelajaran yang mengondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data.
Maka, dengan begitu dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivisme dalam pendidikan mengharuskan pembelajaran dirancang dengan baik, agar anak mampu mengorganisasi pengalamannya sendiri dalam menemukan pengetahuan.

7. Teori Humanistik
M. Sukardjo dan Ukim Komarudin (2009, Hal 56) dalam bukunya yang berjudul Landasan Pendidikan memaparkan bahwa teori belajar yang humanistic pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan manusia. Menurut aliran ini, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan ini.
Maka dapat disimpulkan bahwa teori humanistik merupakan teori belajar atau teori pendidikan yang menekankan bahwa anak atau manusia memiliki keinginan untuk berkembang dan menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Adapun prinsip-prinsip belajar humanistik yang dijelaskan dalam buku Landasan Pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Manusia mempunyai belajar alami;
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan;
3. Siswa mempunyai relevansi dengan maksud tertentu;
4. Belajar menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya;
5. Tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah dirasakan apabila ancaman itu kecil;
6. Bila ancaman itu rendah terdapat pengalaman siswa dalam memperoleh cara belajar yang bermakna diperoleh jika siswa melakukannya;
7. Belajar akan lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar;
8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberikan hasil yang mendalam;
9. Kepercayaan pada diri siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri;
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.

8. Teori Behaviorisme
Kerangka dasar dari teori behaviorisme adalah empirisme. Aliran behavioris didasarkan pada tingkah laku yang dapat diamati. Menurut M. Sukardjo dan Ukim Komarudin dalam bukunya yang berjudul Landasan Pendidikan (2009, Hal 34) dijelaskan bahwa aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respons. Maka dapat disimpulkan bahwa aliran behaviorisme merupakan teori pendidikan yang menekankan pada tingkah laku anak yang dapat dipengaruhi oleh proses pendidikan. tokoh aliran ini di antaranya: Ivan Petrovich Pavlop, Watson, Skinner, Hull, Guthrie dan Thorndike.
Berdasarkan teori pendidikan menurut beberapa aliran yang telah dikemukakan oleh para filsuf tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan Negara yang lainnya menganut teori pendidikan yang mengarah pada perkembangan anak yang positif. Terlebih lagi Indonesia menganut aliran pancasilais dalam menanamkan nilai-nilai dalam proses pendidikan. Dengan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia, maka sudah tentu tumbuh kembang pendidikan multikulturalisme sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan warga Negara terhadap pendidikan.

B. Keadaan yang terjadi apabila masyarakat hidup tanpa pendidikan dan peranan sekolah dalam masyarakat
Pendidikan berfungsi sebagai “agent of change” dalam masyarakat. Perubahan yang lebih baik dalam masyarakat mustahil terjadi tanpa adanya pendidikan. Masyarakat yang madani mungkin merupakan masyarakat yang diimpikan oleh semua Negara. Dengan masyarakat yang madani, maka akan menciptakan suatu Negara yang tertib, aman dan tentram serta damai. Tentunya bukanlah hal yang mudah membentuk masyarakat yang madani. Hanya dengan pendidikanlah masyarakat dapat berubah menjadi masyarakat yang madani. Masyarakat yang mandiri, baik secara ekonomi maupun kesejahteraan hidupnya. Masyarakat tanpa pendidikan akan menyebabkan krisis dalam segala bidang. Bagaimana mungkin masyarakat dapat hidup sejahtera bila tidak dengan melalui pendidikan. Dengan begitu, keadaan yang terjadi apabila masyarakat hidup tanpa pendidikan adalah kekacauan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat, mengembangkan potensi yang dimiliki dan mengembangkan kemampuan mengamalkan nilai-nilai baik yang dimiliki. Maka dari itu, masyarakat tanpa pendidikan hanya akan menghasilkan kehidupan yang tidak berarti. Sedangkan peranan sekolah dalam masyarakat sangat penting. Hal ini dikarenakan dalam tataran masyarakat dibutuhkan suatu lingkungan pendidikan formal yang dapat membantu meringankan kewajiban orang tua dalam mendidik anaknya. Dikatakan suatu lingkungan pendidikan formal dikarenakan sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang didirikan baik oleh pemerintah maupun oleh yayasan atau masyarakat. Peran sekolah dalam masyarakat adalah sebagai wahana bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya, khususnya bagi anak usia sekolah, umumnya bagi masyarakat sekitar. Orang tua atau masyarakat akan terbantu dengan adanya sekolah. Menurut Ade Suherman dalam situs blognya yang dapat dilihat di alamat http://adesuherman.blogspot.com/2011/10/peran-masyarakat-terhadap-pendidikan.html:
Dalam konsep pendidikan diperlukan kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang dimulai dengan komunikasi. Dalam komunikasi satu sama lain diperlukan inisiatif dari kedua belah pihak. Komunikasi interaktif menempatkan semua pihak sama penting. diharapkan mampu menyampaikan pesan yang berhubungan dengan kebutuhan belajar anak.

Sehingga sekolah tidak dapat dilepaskan peranannya terhadap masyarakat begitu pula sebaliknya, masyarakat sangat berperan terhadap terselenggaranya pendidikan di sekolah.

C. Tantangan Budaya dalam lingkup organisasi (perbedaan, nilai-nilai dan etika) pendidikan dan cara pengembangannya
Dalam organisasi pendidikan para penyelenggara pendidikan sebaiknya memahami keragaman budaya atau yang dikenal dengan sebutan multikultural. Hal ini dikarenakan masyarakat yang singgah di suatu wilayah pada kenyataannya bukan hanya saja penduduk setempat, melainkan penduduk yang kemungkinan berasal dari berbagai daerah yang tentunya memiliki budaya yang tidak sama dengan daerah setempat. Untuk itu tantangan budaya dalam lingkup suatu organisasi pendidikan menjadi semakin besar dengan semakin banyaknya penduduk pendatang pada suatu daerah. Tantangan budaya tersebut tercermin dalam beberapa hal, yakni dalam perbedaan cara pandang, nilai-nilai, juga etika.
Perbedaan ini seyogyanya harus mampu dikreasikan supaya perbedaan yang ada tidak memicu suatu konflik antarbudaya dalam organisasi. Khususnya organisasi pendidikan, yang mana seharusnya lembaga pendidikan mampu mengarahkan seluruh anggota organisasi agar memiliki budi pekerti yang luhur sesuai dengan cerminan tujuan pendidikan nasional. Anggota organisasi harus memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, memiliki rasa toleransi yang tinggi, tidak egois, tanpa meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya atau yang diyakininya. Cara untuk mengembangkan nilai-nilai dan etika dalam organisasi pendidikan adalah dimulai dengan cara pemodelan. Pemimpin memiliki peranan penting dalam hal menjadi suri tauladan yang baik atau yang sering disebut dengan istilah role model. Pemimpin harus mampu merepresentasikan bagaimana sikap saling menghargai budaya yang beragam dalam organisasi. Selain itu, pembuatan peraturan pun dapat menegaskan hal yang berkaitan dengan etika organisasi. Artinya perilaku atau hal-hal yang baik dan buruk disampaikan secara jelas agar anggota organisasi memahami etika dalam bekerja di lingkungan organisasi yang berbasis multibudaya. Dalam bidang pendidikan, Kepala sekolah, guru dan staf sekolah memiliki peranan penting dalam menjadi teladan bagi para peserrta didik. Peserta didik semestinya diteladani dengan hal-hal yang baik terkait keberadaan budaya lain di lingkungannya. Selain itu cara untuk mengembangkannya adalah dengan diadakannya pendidikan dan pelatihan bagi anggota organisasi dalam memahami nilai yang diharapkan oleh organisasi meskipun mereka dari berasal dari berbagai macam budaya.
Referensi
Sukardjo, M dan Komarudin, Ukim. (2009). Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Depok: PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Suherman, Ade. 2011. Peran Masyarakat terhadap pendidikan. [Online]: Tersedia: http://adesuherman.blogspot.com/2011/10/peran-masyarakat-terhadappendidikan.html

Leave a comment