Proposal Penelitian Kualitatif

JUDUL PENELITIAN
Studi Komparatif Perencanaan Strategik Madrasah Tsanawiyah terhadap Mutu Layanan Belajar di Pesantren Al Ihsan Baleendah dan Pesantren 3 Persis Pameungpeuk Kabupaten Bandung
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan sejatinya merupakan suatu kebutuhan yang mendasar dan dibutuhkan secara terus menerus oleh manusia di mana pun manusia itu berada. Tanpa pendidikan, manusia tidak akan pernah berkembang menjadi insan yang berkualitas. Jelaslah bahwa dengan demikian kebutuhan akan pengelolaan pendidikan yang baik dan bermutu muncul sebagai akibat semakin intensif dan kompleksnya permasalahan yang terjadi dalam masyarakat modern. Dalam rangka berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut, pendidikan menjadi suatu harapan terbesar seluruh pihak dalam aktivitas proses perubahan kondisi menjadi lebih baik.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 pasal 13 tersurat bahwa berbagai jalur pendidikan seperti pendidikan formal, nonformal dan informal diadakan demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Sebagai jalan untuk saling melengkapi dan memperkaya, maka pada pasal 15 dinyatakan bahwa jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Dengan banyaknya fenomena memprihatinkan terkait dengan degradasi moral, maka pada era ini, banyak orang tua yang menentukan pilihan pendidikan bagi anak-anaknya pada jenis pendidikan keagamaan. Di samping itu, memang tidak sedikit pula orang tua yang memiliki prioritas pendidikan bagi anaknya untuk menanamkan nilai-nilai agama sejak dini, sehingga banyak orang tua yang menjadikan pesantren sebagai alternatif pilihan untuk membantu mereka dalam mendidik anak.
Dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan dan pendidikan keagamaan pasal 26 tentang tujuan pesantren, yaitu
Pesantren menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang memiliki keterampilan/keahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat.
Dari tujuan pesantren ini terdapat kemiripan dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pada potongan Pasal 3 adalah bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Garis persamaannya adalah mengedepankan penanaman ketakwaan dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memprioritaskan akhlak mulia bagi peserta didik. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan nonformal tertua di Indonesia, yang kini banyak mengalami perkembangan, pesantren memiliki fungsi penting sebagaimana pendidikan pada umumnya.
Pesantren merupakan pendidikan yang berbasis kepada masyarakat. Maka awalnya manajemen pesantren pun berkembang dari konsensus masyarakat, artinya terkadang manajemen dan pembelajaran pesantren tidak menganut kaidah-kaidah manajemen pendidikan formal yang ada. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, saat ini mau tidak mau pesantren membutuhkan kaidah-kaidah manajemen pendidikan dalam rangka pengelolaan pendidikannya agar tujuan dari pesantren dapat terwujud.
Ciri khas dari manajemen pesantren adalah peran seorang kyai yang dipercaya sebagai panutan dalam pengajaran keagamaannya. Kyai merupakan penentu arah kemajuan pesantren. Bukan hanya itu saja, Kyai berperan sebagai pengelola pesantren. Peran ini yang akan menentukan pola manajemen dari pendidikan pesantren. Adapun faktanya Kyai banyak berperan bukan saja sebagai mu’allim (pengajar ilmu) namun banyak berperan di berbagai tempat yang bersifat sosial kemasyarakatan. Hal ini diyakini sebagaimana hadist Nabi Muhammad saw. “sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”. Sehingga Kyai memiliki keinginan yang besar untuk bermanfaat bagi umat. Dengan begitu Kyai sebagai pengelola pesantren memiliki berbagai urusan yang juga cukup kompleks. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap efektivitas manajemen pesantren, oleh karena itu Kyai membutuhkan bantuan dari para anggota untuk memastikan bahwa manajemen pesantren dapat berjalan dengan baik.
Salah satu sasaran yang dicantumkan dalam rencana strategis 2010-2014 Kementerian Agama RI yaitu adalah Meningkatnya mutu pengelolaan dan layanan pendidikan pesantren dan pendidikan diniyah. Dengan begitu, pembenahan manajemen pesantren didukung dengan diakuinya pesantren sebagai salah satu bentuk pendidikan keagamaan nasional dalam PP No 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Keagamaan. Awalnya pesantren yang kegiatannya hanya mempelajari ilmu agama dan menyiapkan para ulama untuk terjun dalam masyarakat, baik menyampaikan risalah islam atau pun berperan menjadi para pemimpin dalam sistem pemerintahan, kini pesantren mengalami pembaharuan dengan munculnya pesantren-pesantren modern yang diformalkan oleh pemerintah (Kementrian Agama) yang kini mudah diakses oleh siapa saja dan semakin dibutuhkan keberadaannya oleh stakeholder, khususnya orang tua.
Seiring dengan berkembangnya zaman, fenomena IPTEK, daya saing yang semakin kompetitif dan harapan yang tinggi dari pelanggan pendidikan pesantren (orang tua) terhadap mutu pendidikan pesantren, maka pesantren harus terus melakukan pembenahan dan inovasi manajerial. Jika pesantren enggan melakukan pembenahan manajerial yang berfokus pada mutu layanan belajar, maka pesantren akan tertinggal dan mengalami hambatan dalam mencapai tujuannya atau dengan kata lain pada saat proses mencapai tujuannya terjadi kondisi ineffective dan inefficient.
Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah nomor 19/2005 berbunyi: “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.” Berkaitan dengan penerapan manajemen berbasis sekolah itu di tingkat satuan pendidikan, PP nomor 19/2005 tersebut menetapkan sejumlah standar pengelolaan yang mencakup pengambilan keputusan, pedoman pendidikan, rencana kerja, prinsip-prinsip dasar pengelolaan satuan pendidikan, pengawasan, pemantauan, supervisi, dan pelaporan. Secara ringkas standar-standar pengelolaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Pengelolaan satuan pendidikan harus berpegang pada prinsip-prinsip kemandirian, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Dari fenomena tersebut, pesantren dihadapkan pada dua pilihan. Menjalankan pola manajemen yang masih bersifat tradisional ataukah melakukan reformasi kelembagaan sebagai lembaga yang tertata dengan manejemen modern dengan tetap berprinsip terhadap Tafaqquh fi al din. Pada kondisi ideal saat ini, harapannya pesantren menjadi pemicu berkembangnya sistem pendidikan di Indonesia, keaslian dan kekhasan pesantren sebagai tradisi budaya bangsa merupakan kekuatan pilar pendidikan untuk memunculkan pemimpin bangsa yang bermoral. Maka dari itu harapan ini menuntut adanya manajemen pengelolaan lembaga pendidikan pesantren yang berorientasi pada masa depan.
Dengan segala keunikan dan tradisi pesantren yang khas, maka pesantren menjadi sangat menarik untuk dikaji dari berbagai sisi. Luasnya keilmuan adminitrasi pendidikan, menyebabkan penulis tertarik untuk mengkaji secara lebih mendalam terkait dengan fungsi manajemen yang pertama, yaitu perencanaan. Hal ini dilatarbelakangi oleh begitu krusialnya perencanaan dalam suatu organisasi pendidikan. Seperti pepatah sepanjang masa mengatakan bahwa if you fail to plan, you are planning to fail (apabila kau gagal dalam merencanakan, maka sesungguhnya kau sedang merencanakan kegagalan).
Alasan yang kedua adalah dengan adanya berbagai perubahan-perubahan signifikan terjadi sangat cepat dalam dunia pendidikan, begitu pula tantangan pada lingkungan organisasi menuntut tanggapan yang cepat pula agar organisasi atau lembaga tetap bisa bertahan dan berkembang, tak terkecuali juga bagi pesantren. Oleh karena itu diperlukan sebuah rencana yang bersifat strategis. Disebut strategis karena disusun dengan cara-cara yang sistematis dalam menganalisis lingkungan, menilai kekuatan internal organisasi, serta mengidentifikasikan peluang-peluang di mana organisasi mempunyai keuntungan yang kompetitif.
Logika dasar perlunya perencanaan strategis adalah terjadinya perubahan eksternal secara cepat dan tidak menentu, hal ini menuntut organisasi untuk melakukan penyesuaian atau perubahan internal agar mampu mempertahankan fungsi dan peranannya dalam memberikan pelayanan yang baik dan tepat kepada kelompok sasarannya dalam periode waktu tertentu.
Inti dari proses penyelenggaraan pendidikan atau core business pendidikan adalah proses pembelajaran yang mengutamakan kepentingan peserta didik. Sama halnya di pesantren, kepentingan santri harus menjadi kepentingan utama, terutama dalam kualitas pengembangan pribadinya. Hal ini sejalan dengan pemikiran Satori (dalam Syaiful, 2010:243) yang menyatakan bahwa “kinerja kepemimpinan sekolah, mutu mengajar guru, fasilitas sekolah, program-program sekolah dan layanan lainnya di sekolah haruslah ditujukan pada jaminan terwujudnya layanan pembelajaran yang bermutu”.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu melibatkan keaktifan santri. Artinya pembelajaran tersebut mampu menghadirkan pembelajaran yang penuh dengan makna atau meaningfull learning. Pembelajaran penuh makna ini tidak serta merta diciptakan dengan usaha yang mudah, melainkan melalui upaya yang sangat kompleks, mulai dari kegiatan mendesain pembelajaran, menyediakan fasilitas belajarnya dan juga selalu memotivasi siswa pada saat pembelajaran berlangsung dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan demi terwujudnya layanan belajar yang bermutu.
Adapun proses pembelajaran yang terstandar pun dirumuskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan pada peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2007 dalam standar proses. Dalam pasal tersebut terdapat beberapa hal yang harus diupayakan oleh guru dan kepala sekolah dalam menjamin layanan belajar bagi siswa. Mengingat bahwa hal utama yang perlu dijamin mutunya adalah proses pembelajaran yang berdampak pada hasil lulusan yang berkompeten, maka implikasinya adalah mutu layanan belajar menjadi suatu hal yang mendasar dalam perumusan perencanaan strategik.
Hasil temuan studi pendahuluan yang dilakukan pada hari Kamis 20 November 2014 di Pesantren Persis, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Madrasah Tsanawiyyah dapat diidentifikasi bahwa madrasah tsanawiyah di pesantren tersebut memiliki rencana strategik, namun ternyata analisis internal dan eksternal lembaga belum dilakukan dengan optimal dan dijadikan sebagai acuan sebagai perumusan strategi.
Pesantren 3 Persis Pameungpeuk dan Pesantren Al Ihsan memiliki keunggulan masing-masing. Pesantren 3 Persis Pameungpeuk tidak menggunakan sistem mondok atau sistem asrama, yang mana para santri tinggal di tempat penyelenggaraan pendidikan. Adapun keunggulannya adalah mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik yayasan di bawah naungan Persatuan Islam. Sedangkan Pesantren Al Ihsan menggunakan sistem asrama bagi para santri. Materi pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan merupakan sintesa dan modifikasi dari empat unsur yaitu Pondok Modern Gontor dengan bahasa dan disiplinnya, pondok salafi dengan kitab kuningnya, SLTP/SMU dengan kurikulum Depdiknasnya, dan MTs/MA dengan kurikulum Depagnya.
Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu kiranya dilakukan sebuah penelitian perbandingan tentang bagaimana perencanaan strategik madrasah tsanawiyah terhadap mutu layanan belajar pada kedua pesantren tersebut. Ditinjau perencanaan strategiknya dikarenakan penulis ingin mengetahui bagaimana perpindahan manajemen pesantren dari pola lama menuju pola baru. Dihubungkan dengan mutu layanan belajar dikarenakan core business dari penyelenggaraan pendidikan adalah proses pembelajaran. Sehingga harapannya penelitian ini dapat mengetahui perencanaan strategik MTs yang ada di kedua pesantren tersebut dalam meningkatkan mutu layanan belajar.
B. Fokus dan Perumusan Masalah Penelitian
Masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Menurut Moleong (2006: 386), ”Fokus itu pada dasarnya adalah sumber pokok dari masalah penelitian.” Berpijak dari latar belakang penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, permasalahan hanya difokuskan pada masalah perencanaan strategik MTs. Adapun fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana profil dari MTs Pesantren Al Ihsan dan MTs Pesantren 3 Persis?
2. Bagaimana perumusan visi, misi dan nilai-nilai dari kedua pesantren?
3. Bagaimana kedua pesantren menelaah lingkungan strategik dalam meningkatkan mutu layanan belajar?
4. Bagaimana analisis strategik dan analisis faktor kunci keberhasilan dalam meningkatkan layanan layanan dari kedua pesantren?
5. Bagaimana kedua pesantren menetapkan tujuan, sasaran dan strategik (yang berisi kebijakan, program dan kegiatan) dalam meningkatkan layanan belajar ?
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menemukan, mengembangkan dan membuktikan pengetahuan tentang perencanaan strategik di pesantren.
Secara khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
a. Mengetahui profil dari MTs Pesantren Al Ihsan dan MTs Pesantren 3 Persis.
b. Mengetahui gambaran proses perumusan visi, misi dan nilai-nilai dari MTs Pesantren Al Ihsan dan MTs Pesantren 3 Persis.
c. Mengetahui gambaran proses telaah lingkungan strategik dalam meningkatkan mutu layanan belajar di MTs Pesantren Al Ihsan dan MTs Pesantren 3 Persis.
d. Mengetahui gambaran proses analisis strategik dan analisis faktor kunci keberhasilan dalam meningkatkan mutu layanan belajar di MTs Pesantren Al Ihsan dan MTs Pesantren 3 Persis.
e. Mengetahui gambaran proses penetapan tujuan, sasaran dan strategik (yang berisi kebijakan, program dan kegiatan) dalam meningkatkan mutu layanan belajar.

D. Paradigma
Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2014: 49) paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Paradigma dari penelitian ini dapat dilihat dalam skema berikut:

ORANG TUA DAN MASYARAKAT

Manajemen Pesantren

M
A
N
A
J
E
M
E
N

S
T
R
A
T
E
G
I
K

PERENCANAAN STRATEGIK

Core business Pendidikan :
Proses Pembelajaran

Core business Pendidikan :
Proses Pembelajaran

MUTU
LAYANAN
BELAJAR

Fenomena Umum:
1. Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007, tentang Pendidikan Keagamaan
2. Perpindahan Manajemen Pesantren dari pola lama ke pola yang baru Fenomena Khusus:
1. Dalam proses perencanaan strategik, Kedua pesantren belum menelaah lingkungan strategiK secara optimal Standar Nasional Pendidikan
UU No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Proses RENCANA STRATEGIK MEANINGFULL LEARNING

PEMAKAI LULUSAN SEKOLAH

E. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian
a. Manfaat bersifat teoritis (akademik)
Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan khazanah ilmu Administrasi pendidikan. Pengembangan tersebut berkaitan dengan perencanaan strategik.
b. Manfaat bersifat praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan referensi terhadap Kepala MTs sebagai komponen perumusan kebijakan. Oleh karena itu, hasil penelitian diharapkan menjadi bahan rujukan pengembangan perencanaan strategik pesantren.

II. ACUAN TEORI
A. Konsep Manajemen Strategik
Manajemen Strategik terdiri dari 2 istilah yang masing-masing istilah memiliki definisi. Adapun jika kedua istilah ini dirangkai menjadi satu terminologi, maka akan berubah dan memiliki pengertian tersendiri pula. Maka dari itu, penulis akan memulainya dengan mengutip terlebih dahulu pengertian dari manajemen dan strategik.
Manajemen merupakan upaya yang dilakukan untuk memberdayakan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh seseorang atau organisasi demi tercapainya suatu tujuan. Sudjana (dalam Tim Dosen Adpen, 2010:85) mendefinisikan manajemen seperti berikut:
Rangkaian berbagai kegiatan wajar yang dilakukan seseorang berdasarkan norma-norma yang telah ditetapkan dan dalam pelaksanaannya memiliki hubungan dan saling keterkaitan dengan lainnya. Hal tersebut dilaksanakan oleh orang atau beberapa orang yang ada dalam organisasi dan diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan tersebut.

Sedangkan tim dosen Administrasi Pendidikan dalam buku pengelolaan Pendidikan merumuskan pengertian manajemen menjadi “kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan ataupun bersama orang lain atau melalui orang lain dalam upaya mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif dan efisien.”
Sejalan dengan yang dikatakan oleh Veithzal dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan bahwa “manajemen sebagai ilmu dan seni mengatur proses pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efisien, efektif dan produktif merupakan hal yang paling penting untuk mencapai tujuan tertentu.
Perkataan strategik populer pertama kali di lingkungan militer. Dengan kata lain, strategik identik dengan peperangan yang artinya bagaimana caranya agar komandan perang dapat memenangkan peperangan. Dapat dibayangkan jika komandan salah dalam menerapkan strategi peperangan, maka taruhannya adalah nyawa para prajurit. Oleh karena itu, komandan sebagai pemimpin puncak tidak boleh membuat strategi yang keliru jika tidak ingin kalah dalam berperan. Tentu saja di dunia ini tidak ada komandan yang ingin kalah dalam berperang, melainkan komandan tersebut menggunakan strategi untuk memenangkan peperangan yang menjadi tujuan utamanya.
Sama halnya dalam dunia peperangan. Strategik pun dimanfaatkan dalam dunia bisnis atau perusahaan. Seperti yang didefinisikan oleh Hayes dan Weel Wright (dalam Rangkuti,2000:56) yang dikutip oleh Akdon (2009:5) bahwa strategik merupakan suatu cara yang menekankan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan manufaktur dan pemasaran.
Implikasi dari berbagai paradigma baru ialah makin pentingnya penguasaan terhadap manajemen strategik dan menerapkannya secara tepat dalam mengelola organisasi. Hal ini penting bagi seorang manajer masa kini dan masa yang akan datang. Meskipun berbagai sektor memiliki ciri-ciri yang berbeda, baik manajemen peperangan maupun manajemen bisnis, namun manajemen strategik berpengaruh pula dan diterapkan dalam organisasi publik dan organisasi nonprofit termasuk dalam satuan pendidikan.
Secara etimologis (asal kata), penggunaan kata “strategik” dalam organisasi dapat diartikan sebagai kiat, cara, dan taktik utama yang dirancang secara sistematis dalam melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang terarah pada tujuan strategik organisasi. Menurut Akdon (2009:5) “rancangan yang bersifat sistematik itu, di lingkungan sebuah organsasi disebut perencanaan strategik”
Definisi strategik yang dirumuskan oleh Akdon (2009:12) adalah sebagai berikut:
rencana berskala besar yang berorientasi pada jangka panjang yang jauh ke masa depan serta menetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya. Dalam kondisi persaingan yang kesemuanya diarahkan pada optimalisasi pencapiaian tujuan dan berbagai sasaran yang bersangkutan.
Secara lebih lanjut Akdon menjelaskan bahwa strategi dapat dipandang sebagai suatu alat yang dapat menentukan langkah organisasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pendapat Vancil (Karhi Nisjar, 1997:95-96) yang dikutip oleh Akdon (2009:13-14) menjabarkan bahwa strategi sebuah organisasi merupakan sebuah konseptualisasi yang dinyatakan atau yang diimplikasi oleh pemimpin lembaga berupa:
 Sasaran-sasaran jangka panjang atau tujuan-tujuan organisasi tersebut
 Kendala-kendala luas dan kebijakan-kebijakan, yang atau ditetapkan sendiri oleh sang pemimpin, atau yang diterimanya dari pihak atasannya, yang membatasi skope aktivitas-aktivitas organisasi yang bersangkutan.
 Kelompok rencana-rencana dan tujuan-tujuanjangka pendek yang telah diterapkan dengan ekspektasi akan diberikannya sumbangsih mereka dalam hal mencapai sasaran-saran organisasi tersebut.
Meninjau pada pendekatannya, Hill & Jones (dalam Akdon, 2009:14) mengklasifikasikan strategi dari 2 sisi yaitu:
a. Pendekatan tradisional (The Traditional Approach)
Berdasarkan pendekatan ini strategi dipandang sebagai pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan utama organisasi, kebijakan-kebijakan dan tahapan tindakan-tindakan yang mengarah pada keseluruhan yang bersifat kohesif atau saling terkait.
b. Pendekatan Baru (The Modern Approach)
Pendekatan baru ini antara lain dikemukakan oleh (Mintzberg, 1985) bahwa strategi merupakan pola di dalam arus keputusan atau tindakan. Lebih jauh Mintzberg menekankan bahwa strategi melibatkna lebih dari sekedar perencanaan seperangkat tindakan. Strategi juga ternyata melibatkan kesadaran bahwa strategi yang berhasil justru muncul dari dalam organisasi. Dalam praktiknya, strategi pada kebanyakan organisasi merupakan kombinasi dari apa yang direncanakan dan apa yang terjadi.

Secara khusus Porter (dalam Akdon, 2009: 15) mengaitkan strategi dengan upaya organisasi untuk mencapai keunggulan bersaing, bahkan dikatakan bahwa “strategi adalah alat penting dalam rangka mencapai keunggulan bersaing”.
Dari pemapan tersebut intisarinya adalah suatu lembaga pendidikan dengan memiliki wewenang untuk mengelola satuan pendidikan, harus memiliki strategi agar dapat mencapai keunggulan bersaingan artinya menampilkan atau menjamin mutu pendidikan bagi pelanggan (orang tua). Dengan meninjau pada pengertian secara terpisah tersebut, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan manajemen strategik adalah suatu proses yang dilakukan para penyusun strategi menentukan tujuan-tujuan dan juga membuat keputusan-keputusan strategik.
Menurut Wahyudi (dalam Akdon, 2009:5) “manajemen strategik adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) tentang keputusan-keputusan strategis antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan masa mendatang”.
Selain itu pendapat pakar lainnya tentang manajemen strategik diungkapkan oleh Nawawi (2003:149), dalam Akdon (2009:10-11) seperti berikut:
perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi) dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operasional untuk menghasilkan barang/jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategik dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organisasi.
Akdon (2009, 11) menjelaskan bahwa manajemen strategik adalah suatu system yang merupakan satu kesatuan yang memiliki berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi,d an bergerak secara serentak kea rah yang sama pula. Lebih rinci Akdon memaparkan bahwa komponen-komponen tersebut yakni:
Komponen pertama adalah perencanaan strategik dengan unsure-unsurnya yang terdiri dari visi, misi, tujuan strategik dan strategik utama (induk) organisasi. Komponen kedua adalah perencanaan operasional, di antaranya pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen berupa fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi penganggaran, kebijakan situasional, jaringan kerja (network) internal dan eksternal, fungsi control dan evaluasi serta umpan balik.
Implikasi dari definisi tersebut, maka penguasaan berbagai teori manajemen strategik dan menerapkannya secara tepat dalam mengelola organisasi menjadi penting, tak terkecuali bagi manajer masa kini dan masa yang akan datang pada organisasi publik dan organisasi nonprovit.
Akdon mempertegas pernyataan mengenai manajemen strategik sebagai “isu penting yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang dengan memperhatikan berbagai unsur yang dimiliki ole organisasi”. Hit dan Ireland (dalam Akdon, 2009:18) menaksir bahwa “dalam praktiknya manajemen strategik merupakan suatu peruses yang membantu organisasi untuk mengidentifikasi apa yang ingin dicapai oleh mereka.”
Adapun empat prinsip penerapan manajemen strategik pada sector publik menurut Bozemen dan Straussman (dalam Akdon, 2009, 87) yaitu:
 Perhatian pada jangka panjang
 Pengintegrasian tujuan dan sasaran dalam hirarki yang jelas
 Kesadaran bahwa manajemen strategik da perencanaan strategik membutuhkan kedisiplinan dan komitmen untuk dapat dilaksanakan dan tidak self-implementing
 Persfektif eksternal tidak diartikan sebagai adaptasi total terhadap lingkungan tapi merupakan antisipasi terhadap perubahan lingkungan.

B. Konsep Perencanaan Strategik
Perencanaan strategik merupakan rangkaian dua istilah yang terdiri dari kata “perencanaan dan strategik” yang memiliki masing-masing pengertian, yang setelah dirangkaikan menjadi satu terminologi maka berubah dengan memiliki pengertian tersendiri pula. Oleh karena itu penulis akan mengutip terlebih dahulu pengertian perencanaan.
Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 Pasal 1, perencanaan didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Arti perencanaan menurut Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) yang dikutip Uhar Suharsaputra (2010:9) “planning may be defined as tehe process by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective” yang mana memiliki intisari bahwa perencanaan merupakan proses yang mencakup penentuan tujuan yang layak serta bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan pemikiran ini, penentuan tujuan menjadi syarat mutlak dalam sebuah rencana, hal ini dikarenakan tujuan itu merupakan sesuatu yang harus dicapai, maka dari itu perlulah penentuan cara untuk mencapaianya sesudah memahami tentnag kondisi lingkungan di mana organisasi itu berada.
Tim dosen Administrasi Pendidikan (2009:93) merumuskan definisi tentang kegiatan merencanakan dalam organisasi sebagai “suatu proses memikirkan dan menetapkan secara matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber daya dan metode/teknik yang tepat.”
Menurut Udin S. Sa’ud (2005:3) perencanaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan menyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana, dan sebagainya). Lebih jauh Udin merumuskan tentang fungsi perencanaa yaitu sebagai pedoman pelaksanaan, dan pengendalian, menghindari pemborosan sumber daya, alat bagi pengembangan quality assurance dan upaya untuk memenuhi accountability kelembagaan.
Adapun menurut William G.Cunningham (1982) yang dikutip Made Pidarta (2005:1) mengatakan bahwa:
perencanaan itu ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi-imajinasi dan asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang untuk tujuan memvisualisasikan dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan dan perilaku dalam batas-batas yang diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian.
Keberadaan suatu rencana sangat penting bagi organisasi sebagaimana yang disebutkan oleh Tim Dosen Administrasi pendidikan, bahwa rencana berfungsi untuk:
1. Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai
2. Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut
3. Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaikd an mendayagunakan sesuai tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan
4. Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang konsisten prosedur dan tujuan
5. Memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi seluruh pelaksana
6. Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga bisa menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini
7. Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan situasi eksternal
8. Menghindari pemborosan.
Sejalan dengan pemikiran tersebut Udin S. Sa’ud (2005:33) memandang perencanaan menjadi penting dan diperlukan bagi suatu organisasi, hal ini dikarenakan oleh sebagai berikut:
1. Dengan adanya perencanaan diharapkan tumbuhnya suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksana kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan
2. Dengan perencanaan, maka dapat dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan risiko-risiko yang mungkin dihadapi. Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedini mungkin.
3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik (the best alternative) atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik (the best combination)
4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya
5. Dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi kinerja usaha atau organisasi, termasuk pendidikan.
Husein Umar (Strategik Management in Action, 2008, 14) Suatu rencana lembaga dapat dilakukan dengan beberapa alternatif pendekatan. Berikut ini adalah keempat macam pendekatan utama untuk pembuatan suatu perencanaan:
1. Pendekatan atas-bawah (top-down)
Perencanaan dengan pendekatan ini dilakukan oleh pimpinan organisasi. Unit organisasi di bawahnya hanya melaksanakan apa saja yang telah direncanakan. Untuk lembaga yang menganut system desentralisasi, pimpinan puncak memberikan pengarahan dan petunjuk kepada pemimpin cabang ataus ejenisnya agar menyusun rencana yang pada tahapannya akan ditinjau dan dikoreksi oleh pimpinan puncak sebelum disetujui untuk direalisasikan
2. Pendekatan bawah-atas (bottom-up)
Perencanaan dengan pendekatan ini dilakukan pemimpin puncak dengan cara memberikan gambaran situasi dan kondisi yang dihadapi organisasi termasuk mengenai visi, misi, tujuan, sasaran, dan sumber daya yang dimiliki. Langkah selanjutnya adalah memberikan kewenangan kepada manajemen di tingkat bawahnya untuk menyusun rencana
3. Pendekatan campuran
Dalam kenyataan, proses perencanaan yang murni Atas-Bawah, atau Bawah-Atas relatif sulit ditemukan, yang dominan adalah kombinasi (campuran) di antara keduanya, walaupun dengan presentase yang relative. Dengan pendekatan ini, pemimpin memberikan petunjuk perencanaan organsasi secara garis besar, sedangkan rencana detailnya diserahkan kepada kreativitas unit lembaga di bawahnya dengan tetap mematuhi aturan yang ada
4. Pendekatan kelompok
Dengan pendekatan ini, perencanaan dibuat oleh sekelompok tenaga ahli dalam lembaga. Oleh karena itu, di dalam lembaga dibentuk semacam biro atau bagian khusus seperti biro perencanaan. Dalam pemerintahan kita misalnya Bappenas. (Badan Perencanaan Nasional)

Adapun Fungsi utama rencana atau perencanaan manajemen suatu organisasi dalam Strategik Management in Action (Husein Umar, 2008:15-16) adalah sebagai berikut:
1. Penerjemah kebijakan umum
Kebijakan umum lembaga ditetapkan oleh manajemen puncak di mana untuk melaksanakannya diperlukan suatu tahap penerjemahan agar menjadi lebih konkret, jelas, komprehensif dan bertahap
2. Perkiraan yang bersifat ramalan.
Perencanaan berhubungan dengan perkiraan-perkiraan ke masa depan bukan ke amsa lalu. Apa yang terjadi di msa depan harus diramalkan dengan analisis ilmiah serta didasarkan pada fakta dan data masa lalu dan masa sekarang
3. Berfungsi ekonomi
Oleh karena kemampuan sumber daya yang tersedia sangat terbatas, maka penggungaan sumber daya itu hendaklah direncanakan melaluui perhitungan yang matang, agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan
4. Memastikan suatu kegiatan
Agar pencapaian tujuan dapat dilaksanakan dengan baik oleh setiap orang dalam organsasi, perlu disusun rencana yang mengatur hak dan kewajiban, tugas dan tanggung jawab serta wewenang mereka. Dengan rencana yang jelas, mereka akan bekerja dengan penuh kepastian.
5. Alat koordinasi
Dalam pelaksanaan fungsi manejemen dalam mencapai tujuan lembaga. Agar pelaksanaan koordinasi dapat berjalan lancer, maka salah satu alat yang dapat membantu kegiatan ini dalah rencana kerja. Dengan alat ini setiap orang mengetahui tugas dan tanggung jawabnya msing-masing, bagaimana kaitan satu pekerjaan dengan pekerjaan yang lain, kapan dan bagaimana suatu pekerjaan dikerjakan dan seterusnya, sehingga masing-masing kegiatan di perusahaan menjadi terpadu atau harmonis dalam rangka mencapai tujuan lembaga.
6. Alat/sarana pengawasan.
Pengawasan diperlukan oleh manajer untuk mengetahui apakah suatu kegiatan yang telah dilakukan hasilnya memuaskan. Untuk mengukur apakah realisasi kerja telah sesuai atau belum, salah satu alat yang dapat dipakai sebagai tolak ukur dalam melakukan pengawasan da n pengendalian adalah rencana yang dibuat sebelumnya.

Sementara itu macam-macam perencanaan menurut Husein Umar (2008, 16-17) proses perencanaan untuk menghasilkan suatu rencana atau rencana-rencana dapat dilihat dari beberapa sisi penting, yaitu dari sisi jangka waktu manfaat rencana, dari sisi fungsinya, yaitu dari sisi strategis dan operasional.
1. Sisi Jangka Waktu
Pada umumnya dikenal 3 bentuk perencanaan jika dilihat dari waktu yang digunakan untuk pengaplikasian suatu rencana, yaitu:
a. Perencanaan jangka panjang.
Rencana ini akan menjangkau waktu sekitar 20-30 tahun ke depan. Perencanaannya masih berbentuk garis-garis besar yang bersifat sangat strategis dan umum. Perencanaan ini tidak dapat langsung dipakai sebagai pedoman kerja. Oleh karena itu perlu dijabarkan dalam bentuk perencanaan jangka menengah.
b. Perencanaan Jangka Menengah
Biasanya menjangkau waktu sekitar 3-5 tahun ke depan. Perencanaan jangka panjang akan dipecah-pecah menjadi beberapa pelaksanaan perencanaan jangka menengah, sehingga setiap tahap hendaknya disesuaikan dengan prioritas. Sifat perencanaan ini lebih konkret dan sasaran yang akan dicapai jelas.
c. Perencanaan Jangka Pendek
Biasanya menjangkau waktu paling lama satu tahun. Bahkan perencanaan ini dapat dibuat dalam jangka waktu bulanan atau tengah taun. Perencanaan ini lebih konkret dan lebih rinci, lebih terukur dan sasaran yang harus dicapai lebih jelas, termasuk dalam hal penggunaan sumber daya, metode pelaksanaan, serta waktu mulai dan selesainya tiap-tiap kegiatan yang masuk dalam pencana tersebut.
2. Sisi tingkatan manajemen
Pada umumnya membagi perencanaan dari sisi tingkatan manajemen terbagi menjadi dua, yaitu perencanaan strategis dan perencanaan opersional.
a. Perencanaan strategis.
Merupakan bagian dari manajemen strategis. Manajemen strategis adalah seni dan ilmu untuk pembuatan (formulating), penerapan (implementing), dan evaluasi (evaluating) keputusan-keputusan strategis antarfungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan di masa datang. Jadi, perencanaan strategis lebih terfokus pada bagaimana manajemen puncak menentukan visi, misi, falsafah dan strategi lembaga untuk mencapai tujuan lembaga dalam jangka panjang.
b. Perencanaan operasional
Merupakan bagian dari strategi operasional yang lebih mengarah pada bidang fungsional lembaga dalam rangka untuk memperjelas makna suatu strategi utama dengan identifikasi rincian yang sifatnya spesifik dan berjangka pendek. Strategi ini menjadi penuntun dalam melakukan berbagai aktivitas sehingga konsisten bukan hanya dengan strategi utama yang telah ditentukan, tetapi juga dengan strategi di bidang fungsional lainnya.

Maka dari itu, jika dipantau dari sisi tingkatan manajemennya, perencanaan strategis merupakan fungsi manajemen pertama dari manajemen strategik. Perencanaan strategik merupakan bagian dari manajemen strategik. Dengan begitu konsep dasar perencanaan strategik terdapat pada teori-teori manajemen strategik.
Nawawi (2003:149), dalam Akdon (2009:10-11) mendefinisikan manajemen strategik sebagai:
perencanaan berskala besar (disebut perencanaan strategik) yang berorientasi pada jangkauan masa depan yang jauh (disebut visi) dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (disebut misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu (perencanaan operasional untuk menghasilkan barang/jasa serta pelayanan) yang berkualitas, dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan (disebut tujuan strategik dan berbagai sasaran (tujuan operasional) organisasi.

Dari beberapa pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan rencana strategik adalah suatu alat manajemen (management tools) yang bertujuan membantu organisasi membuat rencana untuk masa yang akan datang. Rencana strategik dapat dilihat sebagai formulasi secara komprehensif (menyeluruh) atau “peta jalan” yang menjelaskan bagaimana usaha-usaha dilakukan untuk mencapai tujuan melalui penerapan strategi-strategi yang dipilih.
Di bawah ini adalah beberapa manfaat Rencana Strategis yang dikutip dari Kementrian Pendidikan Nasional dalam buku yang berjudul Panduan bagi Tim Penyusun Renstra (2010, 15-16):
1. Sebagai respons terhadap semakin kompleksnya lingkungan Rencana Strategis mengantisipasi terhadap perubahan dan kecenderungan serta tuntutan kebutuhan.
2. Sebagai alat penting manajerial suatu organisasi. Setiap tahun organisasi dituntut mencapai tujuan dan menyempurnakan hasil (outcome) yang dicapai. Setiap organisasi harus fokus, bekerja secara efisien, efektif, terbuka dan partisipatif dengan pemangku kewajiban (kepentingan) lain. Rencana Strategis memungkinkan organisasi mengembangkan suatu sistem yang secara terus menerus melakukan perbaikan pada semua tingkatan manajemen
3. Perencanaan Strategis membantu mempertajam dan memandu arah organisasi ke depan, apa dan mengapa suatu kegiatan akan dikerjakan. Pemantauan dan analisis berdesarkan data yang benar merupakan satu dimensi sangat penting dalam rangka perencanaan dan perencanaan berbasis hak.
4. Membangun komunikasi antar pemangku kewajiban (kepentingan) dan antar pemangku kewajiban dengan Dinas Pendidikan. Perencanaan strategis membuat orang-orang yang memiliki tujuan dan kewajiban (kepentingan) yang sama berkumpul dan merencanakan masa depan organisasi. Tidak mudah suatu pengambilan keputusan yang melibatkan orang-orang yang berbeda dan memiliki pandangan yang berbeda terhadap masa depan. Perencanaan strategis memfasilitasi partisipasi serta komunikasi yang lebih baik, mengakomodasi tata nilai dan keinginan yang berbeda, dan mencari pengambilan keputusan secara bertahap.
5. Perencanaan strategis mudah diadaptasi. Penyusunan Renstra menggunakan metode untuk menentukan kemajuan dan akses kebenaran rencana (validity) serta mempertahankan fleksibilitas rencana.
6. Perencanaan Strategis menentukan hal-hal yang diperlukan organisasi untuk memenuhi hak-hak pemangku hak (yaitu: anak anak dengan pelayanan pendidikan yang bermutu).

C. Turney dan D. Smith (1992) dalam karyanya yang berjudul Planning Role yang dikutip Uhar suharsaputra (2010:9) menyatakan bahwa dalam melaksanakan perencanaan, manajer sekolah harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1. visioning and formulating school mission
2. Making policy and setting goal
3. designing programmes
4. determaningand allocating of resources
5. modifying policy and plan
Nampaknya langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara sistematis dan hierarkis. Kegiatan membuat kebijakan tidak bisa dilakukan tanpa pemimpin melakukan formulasi terlebih dahulu terhadap visi dan misinya.
Unsur-unsur perencanaan strategis yang dikemukakan oleh Veithzal (2004, 86) antara lain: “mendefinisikan filosofi organisasi sebagai langkah awal, mengkaji kondisi lingkungan, mengevaluasi kekuatan dan kelemahan, menentukan tujuan dan sasaran dan menyusun strategi akhir”. Sementara itu, kerangka kegiatan perencanaan strategik secara sistematis menurut Akdon dalam bukunya yang berjudul Strategik Management for Educational Management (Manajemen Strategik untuk Manajemen Pendidikan) terdiri dari perumusan visi, misi dan nilai-nilai, telaah lingkungan strategik, analisis strategik dan kunci keberhasilan serta menetapkan tujuan, sasaran dan strategik organisasi (yang berisi kebijakan, program dan kegiatan).
• Perumusan Visi, Misi dan Nilai-nilai
Visi, misi dan nilai-nilai merupakan hal yang fundamental bagi suatu organisasi. Hal ini merupakan bagi organisasi pada saat melaksanakan fungsinya. Organisasi akan berjalan dengan prima apabila seluruh anggota organisasi menginternalisasi visi, misi dan nilai-nilai organisasi ke dalam dirinya. Berikut ini merupakan penjelasan dari perumusan visi, misi dan nilai-nilai:
a. Visi
Langkah awal dalam proses perencanaan strategik adalah merumuskan visi. Akdon (2009:94) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan visi adalah “gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu (dapat mengisyaratkan adanya misi dan tantangan)”
Hax dan Majluf (1984:45) yang dikutip oleh Akdon dalam bukunya yang berjudul Strategik Management in Action (2009:95) merumuskan bahwa visi adalah pernyataan yang merupakan sarana untuk:
 Mengkomunikasikan alasan keberadaan organisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok
 Memperlihatkan framework hubungan antara organisasi dengan stakeholders (sumber daya manusia organisasi, konsumen/citizen, pihak lain yang terkait)
 Menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.
Lebih lanjut Akdon (2009:96) menjabarkan kriteria-kriteria pembuatan visi yang meliputi:
 Visi bukanlah fakta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yang ingin diwujudkan
 Visi dapat memberikan arahan mendorong anggota organisasi untuk menunjukkan kinerja yang baik
 Dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan
 Menjembatani masa kini dan masa mendatang
 Gambaran yang realistic dan kredibel dengan masa depan yang menarik
 Sifatnya tidak statis dan tidak untuk selamanya.
b. Misi
Misi merupakan penjabaran visi atau cara-cara yang dilakukan untuk mencapai visi. “Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan di masa datang”. (Akdon, 2009:97). Dalam misi nampaknya tersurat dengan jelas tentang pekerjaan atau tugas pokok yang diemban suatu organisasi dan yang diinginkan dalam kurun waktu tertentu. Misi juga mewakili alasan dasar untuk berdirinya organisasi.
Secara lebih tegas, Akdon (2009:98) merumuskan syarat pembuatan sebuah misi, antara lain:
 Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh organsasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersangkutan
 Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk mencapainya
 Mengundang partisipasi masyarakat luas terhadap perkembangan bidang utama yang digeluti organisasi.
Sedangkan kriteria pembuatan misi menurut Akdon (2009:99) meliputi:
 Penjelasan tentang pelayanan yang ditawarkan sangat diperlukan oleh masyarakat
 Harus jelas memiliki sasaran publik yang akan dilayani
 Kualitas produk dan pelayanan yang ditawarkan memiliki daya saing yang meyakinkan masyarakat
 Penjelasan aspirasi bisnis yang diinginkan pada masa datang juga manfaat dan keuntungannya bagi masyarakat dengan produk dan pelayanan yang tersedia.
c. Nilai-nilai
Menurut Akdon (2009:100) nilai-nilai merupakan “kriteria tentang kebaikan dan kebenaran yang diyakini dan diterapkan dalam kehidupan organsasi, sehingga menjadi norma yang diyakini dalam kehidupan individu.”
Adapun kriteria yang diungkapkan Akdon (2009:101) adalah seperti berikut:
 Kriteria tentang kebaikan dan kebenaran yang diyakini dan diterapkan dalam kehidupan organisasi
 Faktor penggerak perilaku organisasi dan mendorong keunggulan karyawan/individu dalam organisasi
 Mampu mengklarifikasi ekspektasi kinerja mutu
 Menghargai pelanggan, supplier, vendor dan masyarakt luas
 Perilaku pimpinan seharihari sebagai teladan
 Sangat menentukan pencapaian misi dan visi
Nilai yang dimiliki oleh individu dan organisasi sangat menentukan tercapainya visi dan misi. Oleh karenanya strategi harus sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia dan nilai (values) yang dimiliki organisasi kearena merupakan kekuatan selama mencapai tujuan jangka panjang organisasi.
Berikut ini beberapa nilai-nilai (values) yang penting menurut Akdon (2009:103):
 Togetherness, bekerja dalam kebersamaan jauh lebih baik daripada sendiri-sendiri
 Empathy, memahami dan ikut merasakan masalah yang dihadapi orang lain
 Assist, kesediaan untuk selalu memberikan bantuan secara ikhlas
 Maturity, kematangan dalam mengatasi permasalahan maupun tantangan bersama
 Willingness, kesediaan bekerjasama berdasarkan persahabatan atau kooperatif
 Organizational, berperilaku secara organisasional yakni berinteraksi satu sama lain dalam memecahkan masalah ataupun krisis
 Respect, saling menghormati serta menghargai terhadap sesame
 Kindness, berperilaku santun, rendah hati, serta selalu memberikan kesejukan dalam setiap pertemuan
 Integritas, menanamkan rasa hormat kepada orang lain, kemantapan pribadi
 Inovatif, menjaga dan melanjutkan tradisi inovasi, mau dan dapat mengadakan pembaharuan sesuai tantangan
 Keunggulan, keyakinan untuk selalu menjadi terbaik
 Flexibility, resilience, mastering change, memiliki ketahanan dan menguasai perubahan
 Wisdom, kearifan
 Beretika, menyelenggarakan kegiatan dengan jujur dan tulus, menjamin perlakuan yang adil dan sama terhadap karyawan dan menyediakan informasi yang lengkap dan tepat
 Responsive, mengenali harapan masyarakat dan memenuhi janji secara tepat waktu, menunjukkan rasa hormat kepada semua karyawan, memberikan komitmen dan mendorong partisipasi karyawan dalam pelayanan masyarakat
 Rasa memiliki, mengenali harapan masyarakat dan memenuhi janji secara tepat waktu.

• Telaah Lingkungan Strategik
Strategi yang tepat dan valid dapat diperoleh jika didasarkan kepada suatu analisis lingkungan strategik. Adapun tujuan kegiatan menelaah lingkungan menurut Akdon (2009:107) adalah “untuk mengenali kekuatan dan kelemahan internal organisasi dan memahami peluang dan tantangan eksternal organisasi sehingga organisasi dapat mengantisipasi perubahan-perubahan di masa yang akan datang.”
LAN RI (2004:95) dalam Akdon (2009,107) menyebutkan beberapa manfaat dari telaah lingkungan strategik antara lain:
 Mendeteksi perubahan-perubahan dan peristiwa-peristiwa penting, khususnya berkaitan dengan bidang social, politik, ekonomi, dan kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi
 Mendefiniskan tantangan, peluang atau perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh peristiwa-peristiwa penting tersebut di atas, terhadap organisasi
 Memberikan informasi mengenai orientasi masa depan kepada setiap jajaran pimpinan dan staf
 Memberikan sinyal kepada seluruh jajaran tentang apa yang harus diperbuat terhadap organisasi
Adapun 3 langkah utama dalam telaah lingkungan strategik menurut Bryson (dalam LAN-RI, 2004:95-96) yang dikutip oleh Akdon (108-10) yaitu:
 Mengidentifikasi Sumber-sumber untuk melakukan scanning
Langkah awal dalam dalam telaah lingkungan adalah melakukan identifikasi berbagai sumber untuk melakukan telaah lingkungan strategik. Sumber-sumber ini pada dasarnya dibagi menjadi tiga level, yaitu task environment, organisasi environment serta macro environment. Lebih lanjut disebutkan bahwa task environment adalah sumber yang berkaitan dengan tugas-tugas (tupoksi), missalnya struktur organisasi dan kapasitas organisasi. Organisasi environment berkaitan dengan berbagai organisasi lain yang memiliki keterkaitan satu dengan lainnya baik organisasi publik maupun privat. Macro environment merupakan level yang paling luas. Level ini meliputi sector social, politik, ekonomi serta ilmu pengetahuan dan teknologi dan yang dapat memberikan pengaruh terhadap organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan mengetahui keberadaan sumber-sumber tersebut akan mempermudah langkah selanjutnya dari telaah lingkungan strategik yaitu scanning terhadap lingkungan internal dan eksternal.
 Melakukan scanning terhadap lingkungan internal dan eksternal
Sebelum suatu organisasi membuat rencana hari depan, organisasi harus menentukan di mana ia sekarang berada. Mekanisme yang digunakan untuk mengukur kondisi di dalam dan di luar organisasi, dilakukan dengan jalan menjawab “di mana kita sekarang berada” hal itu merupakan penilaian internal dan eksternal organisasi. Inilah inti dari kegiatan scanning terhadap lingkungan internal dan eksternal. Penilaian internal dan eksternal adalah suatu telaah dan identifikasi tentang kondisi internal dan data eksternal, serta faktor yang mempengaruhi organisasi.
 Melakukan analisis untuk menilai hasil scanning
Hasil dari kegiatan tahap ini adalah penilaian terhadap hasil scanning. Penilaian biasanya difokuskan pada sisi input yang dibutuhkan dan output yang dikeluarkan oleh instansi. Pada sisi input umumnya berupa antara lain: anggaran yang dipergunakan oleh instansi, jumlah pegawai dan aspek lain. Sedangkan pada sisi output, umumnya berupa jumlah pelanggan dan lainnya.

• Analisis Strategik dan Kunci Keberhasilan
Analisis lingkungan strategik dan faktor kunci keberhasilan merupakan langkah-langkah lanjutan setelah tahapan telaah strategik dan akan diikuti dengan tahapan penetapan tujuan, sasaran dan strategi organisasi. Analisis lingkungan strategik dan faktor kunci keberhasilan terdiri dari dua langkah, yaitu analisis pilihan asumsi strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan.
Misi organisasi secara tegas menyatakan apa yang harus dicapai oleh organisasi dan kegiatan-kegiatan spesifik apa yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan. 2 pertanyaan ini akan dijawab pada tahapan ini.
Strategik diartikan oleh Akdon (2009, 130) sebagai:
pedoman atau aturan bagaimana memanfaatkan sumber daya yang terbatas, dengan terus menerus secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dalam kurun waktu tertentu, dengan sangat memperhatikan faktor lingkungan internal dan eksternal.

Sedangkan lebih lanjut faktor kunci keberhasilan diartikan ebagai faktor-faktor yang sangat berpengaruh dan berfungsi untuk lebih memfokuskan strategi organisasi dalam rangka pencapaian misi dan visi secara efektif dan efisien. Faktor-faktor kunci keberhasilan tersebut antara lain berupa potensi, peluang, kekuatan, tantangan, kendala dan kelemahan yang dihadapi termasuk sumber daya, dana, sarana dan prasarana, peraturan perundang-undangan, dan kebijakan yang digunakan instansi pemerintah dalam kegiatan-kegiatannya.
Pada tahap ini, analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan digunakan untuk mengevaluasi dan mengakomodasi hasil analisis sebelumnya. Dalam rangka menentukan asumsi-asumsi strategi, maka dibuat matriks SWOT. Dengan demikian dapat diperoleh serangkaian pilihan strategi. Lalu, penetapan faktor-faktor kunci keberhasilan urutan pilihan asumsi strategi yang memperoleh skor tertinggi, setelah itu diformulasikan dengan menghubungkan dengan faktor SWOT yang mempengaruhinya.

• Penetapan Tujuan, Sasaran dan Strategik Organisasi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa komponen dalam rencana strategik paling tidak terdiri dari visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi (cara mencapai tujuan dan sasaran). Rencana strategik di dalamnya meliputi penetapan tujuan, sasaran dan strategik organisasi yang berisi kebijakan, program dan kegiatan.
Setiap faktor kunci-kunci keberhasilan dirinci lebih lanjut menjadi beberapa tujuan dan tiap-tiap tujuan dirinci menjadi beberapa sasaran dan masing-masing sasaran memiliki beberapa strategik yang dituangkan dalam kebijakan, program dan kegiatan (Akdon, 2009,143).
a. Penetapan Tujuan
Dalam kerangka piker manajemen strategik, tujuan tidak harus merupakan target-target yang bersifat kuantitatif dari suatu organisasi.
Berikut ini merupakan criteria tujuan yang dirumuskan oleh Akdon (2009, 144):
 Tujuan harus serasi dan mengklarifikasi misi, visi dan nilai-nilai organisasi
 Pencapaian tujuan akan dapat memenuhi atau berkontribusi memenuhi misi, program, dan sub program organisasi
 Tujuan akan menjangkau hasilhasil penilaian lingkungan internaleksternal dan yang diprioritaskan, serta mungkin dikembangkand alam merespon isu-isu strategik
 Tujuan cenderung untuk secara esensial tidak berubah, kecuali terjadi pergeseran lingkungan atau dalam hal isu strategik hasil yang diinginkan telah dicapai
 Tujuan biasanya secara relative berjangka panjang, yaitu sekurang-kurangnya 3 tahun atau lebih. Naum demikian, pada umumnya jangka waktu tujuan disesuaikan dengan tingkat organisasi, kondisi, posisi dan lokasi
 Tujuan harus dapat mengatasi kesenjangan antara tingkat pelayanan saat ini dengan yang diinginkan
 Tujuan menggambarkan hasil program atau sub program yang diinginkan
 Tujuan menggambarkan arah yang jelas dari organisasi, program dan sub program, tetapi belum menetapkan ukuran-ukuran spesifik atau strategi
 Tujuan harus menantang, namun realistic dan dapat dicapai.
b. Sasaran Organisasi
Sasaran organisasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan strategik. Sasaran harus bersifat SMART (specific, measurable, aggressive and attainable, result-oriented, time bound). Sasaran organisasi merupakan penggambaran hal yang ingin diwujudkan melalui tindakan-tindakan yang diambil organisasi guna mencapai tujuan. (Akdon, 2009, 146)
Adapun proses perumusan sasaran yang ditawarkan oleh Akdon (2009, 149) adalah “mereview misi dan tujuan, menetapkan hasil yang diinginkan, menetapkan suatu kerangka waktu bagi pencapaian hasil, membangun akuntabilitas.”
c. Strategi Organisasi
Strategi organisasi meliputi kebijakan, program dan kegiatan manajemen untuk melaksanakan misi organisasi. Adapun batasan tentang strategi organisasi menurut Akdon (2009, 150) adalah suatu pernyataan mengenai arah dan tindakan yang diinginkan oleh organisasi di waktu yang akan datang. Lebih lanjut Akdon mempertegas bahwa “strategi merupakan terjemahan pemikiran kepada tindakan yang diarahkan pada penyelenggaraan operasional sehari-hari dari seluruh komponen dan unsur organisasi.”
Maka dapat penulis cermati bahwa pada tahap inilah rencana strategis diperjelas makna dan hakikatnya, khususnya pada sasaran tahunan dengan identifikasi rincian yang sifatnya spesifik tentang bagaimana pimpinan harus mengelolanya.
Berikut ini merupakan penjelasan dari kebijakan, program dan kegiatan:
– Kebijakan
Kebijakan yaitu pedoman pelaksanaan tindakan-tindakan tertentu. Akson (2009, 154) memaparkan bahwa kebijakan merupakan kumpulan keputusan yang
menentukan secara teliti bagaimana strategik akan dilaksanakan, mengatur suatu mekanisme tindakan lanjutan untuk pelaksanaan pencapaian tujuan dan sasaran, menciptakan kebijakan di mana setiap pejabat dan pelaksana di organisasi mengetahui apakah memperoleh dukungan untuk bekerja dan mengimplementasikan keputusan.

– Program Organisasi
Ciri-ciri dari program operasional dijabarkan oleh Akdon (2009, 155) seperti berikut ini:
 Program kerja opersional pada dasarnya merupakan upaya untuk implementasi strategi organisasi
 Program kerja operasional merupakan proses penentuan jumlahd an jenis sumber daya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan suatu rencana
 Program operasional merupakan penjabaran ril tentang langkah-langkah yang diambil untuk menjabarkan kebijakan
 Program operasional dapat bersifat jangka panjang dan menengah (3-5 tahun) atau bersifat tahunan saja
 Program kerja operasional tidak terlepas dari kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya
 Program kerja operasional didasarkan atas perumusan visi, misi, tujuan, sasaran dan kebijakan yang telah ditetapkan.
– Kegiatan Organisasi
Kegiatan organisasi merupakan rangkaian aktivitas yang dirancang yang diarahkan pada pencapaian tujuan organsasi. Sejalan dengan yang diutarakan oleh Akdon (2009, 156) bahwa kegitan organisasi merupakan penjabaran kebijakan sebagai arah dari pencapaian tujuan dan sasaran yang memberikan kontribusi bagi pencapaian visi dan misi organisasi.
Kegiatan organisasi perlu diletakkan dalam rencana operasional. Hal ini penting menurut Akdon (2009, 157) dikarenakan hal-hal berikut:
 Rencana operasional adalah tindakan di mana hasil yang actual dari suatu program dilaksanakan
 Rencana opersional menggambarkan siapa yang akan bertanggung jawab atas setiap langkah dan kapan langkah tersebut selesai.
 Proses berikut adalah suatu cara mengelola rencana operasional: merinci rencana opersional dalam langkah-langkah
 Menentukan penanggungjawab bagi implementsi rencana operasional, mengatur kerangka waktu bagi penyelesaian rencana operasional dan menentukan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakannya.

Dengan begitu, kegiatan juga berfungsi sebagai bahan untuk evaluasi dan memperbaiki program organisasi yang telah dirumuskan pada tahapan sebelumnya. Hal ini dikarenakan strategik bersifat dinamis, yang memungkinkan organisasi mengimplementasikan strategi baru untuk mencapai tujuan organisasi.

III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Entry, Latar Penelitian, Sumber Data dan Satuan Kajian
Penelitian ini mengambil lokasi di daerah Kabupaten Bandung dengan jenis pendidikan keagamaan yaitu pesantren dan jenjang sekolah menengah (MTs). Penelitian ini dilakukan di MTs Pesantren 3 Pameungpeuk Persis dan MTs Pesantren Al Ihsan. Penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis data berkaitan dengan perencanaan strategik. Dalam konteks ini fokus penelitian mendeskripsikan dan menganalisis tentang masalah perumusan visi, misi dan nilai-nilai, telaah lingkungan strategik, analisis strategik dan kunci keberhasilan serta penetapan tujuan, sasaran dan strategik organisasi (yang berisi kebijakan, program dan kegiatan).

B. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Di dalam penelitian kualitatif analisis yang digunakan lebih bersifat deskriptif-analitik yang berarti interpretasi terhadap isi, dibuat dan disusun secara sistemik atau menyeluruh dan sistematis. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.
Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini karena data yang bersifat holistik, kompleks, dinamis dan penuh makna. Sehingga, kurang tepat data pada situasi sosial tersebut diperoleh dengan pendekatan kuantitatif.

C. Data dan Sumber Data
Menurut Lofland (dalam Moleong, 2006:47), sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan sumber data salah satunya adalah manusia yang dijadikan informan. Dikarenakan penelitian ini dilakukan pada lembaga pendidikan, tepatnya di MTs Pesantren Persis 3 Pameungpeuk dan MTs Pesantren Al Ihsan, maka dari itu yang menjadi informan yaitu, kepala madrasah tsanawiyyah sebagai pimpinan di pesantren, guru sebagai tenaga pendidik, kyai sebagai pemilik pesantren.
Informan diambil dari lingkungan pesantren. Informan dipilih berdasarkan karakteristik kesesuaian dengan data yang diperlukan yakni, Kepala Madrasah, guru dan Kyai. Informan tersebut, ditentukan dan ditetapkan tidak berdasarkan pada jumlah yang dibutuhkan, melainkan berdasarkan pertimbangan fungsi dan peran informan sesuai batas penelitian. Kategori subjek informan dalam penelitian ini adalah mereka yang terlibat langsung dalam proses perencanaan strategik.
Di dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample), (Moeleong, 2006: 224). Dalam penelitian ini untuk memperoleh data tidak ditentukan dari mana dan dari siapa peneliti memulai, tetapi bila hal tersebut sudah berjalan maka pemilihan berikutnya bergantung pada apa keperluan peneliti. Dengan demikian, teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling bola salju yaitu mulai dari satu semakin lama semakin banyak.
D. Prosedur dan Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dari dokumentasi dalam rangka mengumpulkan data-data untuk keperluan penelitian. Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengamati kegiatan informan dalam menyusun rencana strategik pesantren, terutama pada saat menelaah lingkungan strategik, proses analisis strategik dan menentukan faktor kunci-kunci keberhasilan serta penetapan tujuan, sasaran dan strategik organisasi (yang meliputi kebijakan, program dan kegiatan).
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data informasi dari informan yang telah ditentukan melalui proses tanya jawab seputar masalah yang dijadikan fokus penelitian, dalam hal ini peneliti akan membuat panduan pertanyaan sederhana yang akan diajukan kepada narasumber. Kemudian langkah lainnya yang digunakan adalah mencari data dari data tertulis, berupa: arsip, buku-buku, surat, buku catatan harian dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk menunjang data yang diperoleh di lapangan.

E. Analisis Data
Kegiatan dalam analisis data dalam penelitaian ini, yakni: pertama, kegiatan reduksi data (data reduction), pada tahap ini peneliti memilih hal-hal yang pokok dari data yang didapat dari lapangan, merangkum, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari tema dan polanya. Proses reduksi ini dilakukan secara bertahap, selama dan setelah pengumpulan data sampai laporan hasil. Penulis memilah-milah data yang penting yang berkaitan dengan fokus penelitan dan membuat kerangka penyajiannya.
Kedua, penyajian data (data display), setelah mereduksi data, maka langkah selanjunya adalah mendisplay data. Di dalam kegiatan ini, penulis menyusun kembali data berdasarkan klasifikasi dan masing-masing topik kemudian dipisahkan, lalu topik yang sama disimpan dalam satu tempat, masing-masing tempat dan diberi tanda, hal ini untuk memudahkan dalam penggunaan data agar tidak terjadi kekeliruan.
Ketiga, data yang dikelompokan pada kegiatan kedua kemudian diteliti kembali dengan cermat, dilihat mana data yang telah lengkap dan data yang belum lengkap yang masih memerlukan data tambahan dan kegiatan ini dilakuakan pada saat kegiatan berlangsung.
Keempat, setelah data dianggap cukup dan telah sampai pada titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan yang selanjutnya yaitu menyusun laporan hingga pada akhir pembuatan simpulan.
Analisis data dalam penelitian kualitatif menggunakan metode induktif. Penelitain ini tidak menguji hipotesis (akan tetapi hipotesis kerja hanya digunakan sebagai pedoman) tetapi lebih merupakan penyusunan abstraksi berdasarkan data yang dikumpulkan. Analisis dilakukan lebih intensif setelah semua data yang diperoleh di lapangan sudah memadai dan dianggap cukup, untuk diolah dan disusun menjadi hasil penelitian sampai dengan tahap akhir yakni kesimpulan penelitian.

F. Pengecekan Keabsahan Data
Di dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai intrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka akan dikembangkan intrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara. Adapun yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri.

G. Jadwal Penelitian
Perencanaan jadwal penelitian ini adalah 6 bulan, terhitung dari bulan Januari hingga bulan Juni, dengan tahap-tahap penelitian seperti pada tabel berikut:

Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni
1. Sebelum Ke Lapangan
– Studi Lapangan
– Pengajuan Proposal Penelitian
– Pembuatan Instrumen Penelitian
Di Lapangan
– Pengumpulan Data
– Reduksi dan Display Data
– Analisis Data
– Pengecekkan Keabsahan Data
Setelah dari Lapangan
– Penyelesaian Laporan Akhir Penelitian

IV. TEMUAN HASIL PENELITIAN
A. Temuan Hasil Penelitian
Berikut ini merupakan beberapa di antara temuan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan implementasi manajemen strategi dan peningkatan mutu pesantren.

NO Penulis dan Tahun Judul Penelitian Hasil
1 Brantas (2012) Implementasi Manajemen Strategik Pendidikan Tinggi Kepariwisataan Berbasis Pelanggan (Studi kasus pada Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung) Dalam mencapai visi, misi, STP menjadi yang terdepan di antara pesaing melalui upaya membangun sdm yang profesional dan berkualitas internasional di bidang keparwisataan, baik pada pihak pengelola maupun lulusan STP bandung telah memiliki tingkat profesionalisme yang memadai dalam aspek pengetahuan, keterampilan dan perilaku sesuaid engan tugas dan fungsinya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dikembangkan oleh stp. . pelaksanaan implementasi manajemen strategi di stp bandung dalam rangka menuju perguruan tinggi pariwisata kelas dunia secara keseluruhan telah dilaksanakan dengan baik, tetapi belum dapat mengantarkan STP bandung menuju PT yang berkelas dunia.
2 Endjang Naffandy (2011) Manajemen Strategik Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III dalam Pengembangan Kualitas Pejabat Struktural Eselon 3 (Suatu Studi di Badan Diklat Daerah Provinsi Jabar) Hasil penelitian menunjukkan bahwa program diklatpim III telah sesuai dengan visi, misi dan strategi lembaga, training needs untuk kebutuhan pengembangan SDM dilihat dari tuntutan formasi organisasi dan tuntutan tugas dalam penyelenggaraannya belum ada perencanaan yang matang, hanya disusun dalam perencanaan jangka pendek untuk setiap program diklatpim III, evaluasi diklatpim III dilakukan sesudah program berakhir, tidak dimulai sejak perencanaan dan tidak dilakukan evaluasi hasil kepada para alumni diklatpim III, faktor-faktor yang mendukung penyelenggaraan diklatpim III meliputi SDM, peserta, kurikulum, sarana dan prasarana, dan dana, fator penghambat antara lain: kebijakan pola “duduk didik” dan tidak dilakukan uji kompetensi dalam penempatan jabatan
3 Latifah (2013) Efektivitas Manajemen Mutu Pesantren (Studi Kasus pada pesantren yayasan bhakti sarjana dan pemuda babakan, pesantren kebon jambu al-islamy dan pesantren alikhlas di babakan caringin kabupaten Cirebon periode 2005-2010) Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya variasi (perbedaan dan persamaan) dalam visi, misi serta perencanaan, pelaksanaan, koordinasi dan kendali mutu manaejemen pesantren di tiga pesantren. Dari variasi ini, merekomendasikan sebuah model strategi hipotetik aplikasi tqm dalam upaya mengembangkan manajemen mutu pesantren. Dalam pelaksanaannya model ini memegang teguh prinsip manajemen berbasis spiritual. Model ini kiranya dapat dijadikan acuan bagi pengembangan mutu pesantren terlepas dari latar belakang manajemen pesantren itu sendiri (konvensional, semi-modern dan modern).

B. Pembahasan Temuan Hasil Penelitian
Temuan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brantas dan Endjang Naffandy erat kaitannya dengan penerapan manajemen strategi yang berujung pada pengembangan kualitas dalam suatu lembaga. Meskipun keduanya melakukan analisis tentang implementasi manajemen strategi pada lembaga yang memiliki karakteristik yang berbeda, namun terdapat pola kesamaan dalam penemuan dan identifikasi perencanaan strategiknya. Adapun kesamaannya meliputi unsur-unsur dalam formulasi strategi yang identik dengan perencanaan strategik yaitu meliputi perumusan visi, misi, nilai, scanning lingkungan yang meliputi kegiatan menganalisis lingkungan internal di antaranya analisis kekuatan dan kelemahan, menganalisis lingkungan eksternal di antaranya menganalisis peluang dan ancaman, setelah itu melakukan pembobotan dan penskoran terhadap analisis tersebut, sehingga dihasilkan sebuah kesimpulan analisis internal dan eksternal dan juga didapat sebuah prioritas serta analisis faktor-faktor yang mendukung keberhasilan, yang dalam usulan penelitian ini penulis sebut dengan proses telaah strategi. Tahap akhir dari perencanaan strategi yakni menentukan strategi sesuai dengan hasil penentuan prioritas pada tahap sebelumnya yang dalam penelitian ini tertuang dalam penentuan tujuan, sasaran dan strategi organisasi (yang berisi kebijakan, program dan kegiatan).
Sedangkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Latifah memang tidak berfokus pada analisis manajemen strategi atau perencanaan srategik seperti halnya yang dilakukan pada kedua hasil penelitian sebelumnya dan juga yang akan dilakukan pada penelitian ini, namun penulis bertumpu pada objek penelitiannya yakni pesantren. Penulis mendapatkan pengetahuan terkait dengan manajemen pesantren baik pada pesantren yang konvensional, semi-modern maupun pesantren yang modern. Penelitian ini pun menekankan faktor manajemen mutu untuk pengembangan kualitas pesantren.

V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pesantren merupakan jenis pendidikan keagamaan yang mengalami perkembangan yang signifikan. Dari sejak lama pesantren menjadi lembaga pendidikan yang memiliki kontribusi yang sangat besar dalam rangka berpartisipasi mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapun fenomena saat ini, tidak sedikit orang tua sebagai pelanggan pendidikan menentukan alternatif pilihan pendidikan bagi anak-anaknya pada pesantren, hal ini dikarenakan motif orang tua yang ingin menyelamatkan generasi penerus dari degradasi moral yang banyak terjadi saat ini. Dengan keunikan yang dimiliki, pesantren memiliki daya tarik tersendiri untuk diteliti dalam berbagai hal. Memperhatikan manajemen yang semakin berkembang saat ini, maka penulis pun termotivasi untuk melakukan penelitian tentang manajemen yang ada di pesantren.
Tugas dan Fungsi dari pimpinan pendidikan adalah membuat perencanaan jangka panjang yang mampu membawa lembaga berpandangan jauh ke depan. Hal ini dilakukan dengan cara terlebih dahulu menentukan visi, misi lembaga kedepan, menganalisis lingkungan internal dan eksternal serta menyadari peluang dan ancaman ke depan. Proses demikian merupakan bagian dari manajemen strategik organisasi. Jika tidak ingin tetap berjalan di tempat, maka pesantren harus menyesuaikan diri dengan perubahan dan memiliki strategi untuk mencapai tujuan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, ditemukan suatu fenomena bahwa pesantren Persis dan Pesantren Al Ihsan telah memiliki rencana strategis, namun dalam proses perumusan strategi teridentifikasi belum begitu optimal sehingga belum menghasilkan rencana strategis yang ideal.
Maka dari itu, berangkat dari hal tersebut penulis berkeinginan untuk melakukan sebuah penelitian tentang manajemen strategik di kedua pesantren tersebut dengan fokus penelitian tentang perencanaan strategik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam proses penggalian datanya menggunakan teknik purposive sampling. Sedangkan dalam pengumpulan datanya peneliti menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun analisis data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan reduksi data, lalu mendisplay data, setelah itu pengelompokkan data, lalu penyusunan laporan. Pengecekkan keabsahan data dilakukan dengan dikembangkannya intrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.

DAFTAR PUSTAKA
___________. (2010). Rencana Strategik Kementrian Agama Republik Indonesia (2010-2014). Jakarta: Tidak Diterbitkan.
Agung, Julianto. (2003). Manajemen Strategis. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Akdon. 2009. Strategik Management For Educational Management (Manajemen Strategik untuk Manajemen Pendidikan). Bandung: Alfabeta.
Brantas. (2012). Implementasi Manajemen Strategik Pendidikan Tinggi Kepariwisataan Berbasis Pelanggan (Studi kasus pada Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung). Bandung: Tidak Diterbitkan.
Endjang Naffandy. (2011). Manajemen Strategik Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III dalam Pengembangan Kualitas Pejabat Struktural Eselon 3 (Suatu Studi di Badan Diklat Daerah Provinsi Jabar): Bandung: Tidak Diterbitkan.
Hunger, J. David dan Wheelen, Thomas. L. (1996). Strategi Management 5th Edition. Florida: Addison-Wesley Publishing Company.
Latifah. (2013). Efektivitas Manajemen Mutu Pesantren (Studi Kasus pada pesantren yayasan bhakti sarjana dan pemuda babakan, pesantren kebon jambu al-islamy dan pesantren alikhlas di babakan caringin kabupaten Cirebon periode 2005-2010). Bandung: Tidak Diterbitkan.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: ROSDAKARYA.
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan dan Pendidikan Keagamaan.
Pidarta Made. (2005). Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Suharsaputra, Uhar. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan. (2009). Manajemen Pendidikan. Bandung: ALFABETA.
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2010). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan.
Tim Penyususn Renstra. 2010. Delapan Langkah Penyusunan Rencana Strategik Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota panduan Bagi Tim Penyusun Renstra. Jakarta: Tidak Diterbitkan.
Udin S. Sa’ud. 2005. Perencanaan Pendidikan Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Umar, Husein. 2008. Strategik Management in Action. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Leave a comment